Untuk menjadi guru impian
maka sebelum mengajar, seorang guru harus sudah merancang pembelajaran
yang akan disajikan. Dalam merancang pembelajaran tersebut guru dapat
mendiskusikannya dengan sesama guru, kepala sekolah, atau pengawas.
Dalam diskusi tersebut dibahas materi apa yang akan diajarkan, bagaimana
metodenya, bagaimana alat peraganya, dan bagaimana evaluasinya. Sering
seorang guru dalam merancang pembelajaran kehilangan seni mengajar.
Artinya, mereka terlalu terpaku kepada mekanisme yang sudah baku,
runtut, dan terprogram. Dalam merancang pembelajaran pun, seni yang akan
ditampilkan dalam pembelajaran mestinya sudah dipersiapkan pula. Pada
bagian manakah mereka akan menyelinginya dengan sense of humor sebagai bumbu dalam pembelajaran.
Ketika mengajar, guru bisa saja menggunakan model
pendampingan pembelajaran. Biasanya, kegiatan seperti ini pada
sekolah-sekolah yang sedang melaksanakan sebuah uji coba. Kehadiran
kepala sekolah atau pengawas di kelas tidak dianggap sebagai momok bagi
guru, melainkan menjadi mitra. Jika ada sesuatu yang kurang mengena,
maka guru dapat mengkonsultasikan dengan para pendamping atau para
pendamping secara aktif turut terlibat dalam pembelajaran. Karena kelas
sudah diubah suasananya sedemikian rupa, maka siswa tidak akan merasa
terkejut dengan kehadiran beberapa orang selain gurunya. Justru dengan
cara-cara yang komunikatif, maka siswa akan merasa diperhatikan.
Cara lain adalah guru merancang pembelajarannya melalui sebuah diskusi
dengan rekan sejawat atau kepala sekolah, sedangkan dalam praktiknya,
mereka tidak didampingi oleh orang lain. Hanya saja yang perlu
ditekankan adalah keterlibatan emosional siswa harus benar-benar
terjaga, sehingga suasana pembelajaran benar-benar aktif.
Dalam suasana pembelajaran aktif saja sebenarnya pembelajaran yang
menyenangkan sudah mulai tercipta. Apalagi jika guru secara kreatif
dapat menjalankan komunikasi dua arah yang menyenangkan. Senyum guru,
misalnya, mempunyai makna yang sangat dalam bagi keberhasilan
pembelajaran. Sebab, senyum itu dapat mencairkan suasana yang beku,
monoton, dan tidak menarik.
Guru yang dapat membuat muridnya betah tinggal di kelas adalah guru yang
menyenangkan. Saya masih ingat ketika diajar oleh seorang guru SD yang
menyenangkan. Meskipun bel istirahat atau bel pulang sudah berdentang,
rasanya keinginan untuk beristirahat atau pulang tidak terlalu
menggebu-gebu. Ada rasa nyaman di kelas. Ada rasa damai karena Pak Guru
telah menciptakan suasana kelas dengan amat menyenangkan. MBS memberikan
peluang bagi kepala sekolah atau guru untuk menjabarkan kurikulum dan
mengelola kelas dengan sebaik-baiknya. Tidak ada lagi model-model pembelajaran
yang dipaksakan. Justru jika ada temuan-temuan yang kreatif mengenai
model pembelajaran “baru”, maka guru dapat menerapkannya di dalam
pembelajaran.
Pembelajaran yang menyenangkan mengandung unsur
“bermain” dalam kegiatan pembelajaran, apalagi untuk kelas I dan II SD.
Guru yang tidak bisa membawa anak-anak ke alam “permainan yang
menyenangkan”, jangan harap tujuan pembelajaran khusus akan tercapai.
Bagaimana dengan siswa kelas III-VI? Masih banyak cara untuk mengantar
sebuah pembelajaran menjadi menyenangkan. Guru dapat menggunakan alat peraga
yang dirancang bersama siswa. Kemudian mendiskusikan bersama.
Pendeknya, siswa benar-benar dilibatkan secara penuh dalam pembelajaran.
Dengan demikian akan terjalin sebuah hubungan yang menyenangkan pula.
Batas otoritas guru dan siswa sebagai komponen lain dalam pembelajaran
sudah tidak terasa sama sekali. Yang ada adalah kemitraan.
Maka, dengan cara-cara seperti itulah pembelajaran akan benar-benar
dapat menyenangkan, baik bagi guru maupun siswa. Uji coba yang dilakukan
di beberapa sekolah untuk MBS, pembelajaran aktif dan partisipasi
masyarakat, serta untuk model pendampingan pembelajaran, menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar. Jika model-model seperti itu
dikembangkan di sekolah-sekolah lain di Indonesia, maka pembelajaran akan benar-benar menyenangkan dan pada akhirnya mutu pendidikan akan meningkat.Semua itu tentu membutuhkan itikat baik pemerintah; termasuk di dalamnya adalah kepala sekolah dan guru sebagai agen sentral kurikulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar